Ruteberita.com – Kepala Desa Loa Pari, Kecamatan Tenggarong Seberang, I Ketut Sudiyatmika menyoroti kebijakan pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) yang dinilai terburu-buru dan belum disertai pelatihan teknis pengelolaan, baik dari sisi manajemen bisnis maupun pelaporan keuangan.
Menurut Sudiyatmika, kebijakan ini mengingatkannya pada pengalaman pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) pada 2015, di mana desa diwajibkan membentuk badan usaha agar Dana Desa dapat dicairkan, meski tanpa pendampingan atau pelatihan yang memadai.
“Waktu itu kita buru-buru bentuk BUMDes supaya dana desa cair, tapi tidak disiapkan ilmunya. Nah, sekarang jangan sampai terulang lagi di Kopdes,” ujarnya saat ditemui di Kantor Desa Loa Pari, Senin (19/5/2025).
Ia menyebutkan, sempat ada kebingungan antara peran Kopdes dan BUMDes yang belum dijelaskan secara rinci.
“Kopdes dan BUMDes ini tugasnya apa? Kalau dua-duanya ada, siapa kelola apa? Modalnya dari mana? Ini belum dijelaskan,” katanya.
Dalam pertemuan virtual bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Sudiyatmika mengusulkan agar pembentukan Kopdes didahului oleh pelatihan menyeluruh. Namun, saat itu disampaikan bahwa pembentukan bersifat opsional, tergantung hasil musyawarah desa.
“Waktu itu dibilang kalau mau bentuk, silakan. Kalau enggak juga enggak apa-apa. Tapi di Zoom berikutnya, ternyata diwajibkan. Nah, ini yang membingungkan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pelatihan pengurus Kopdes harus dianggarkan oleh DPMD dan fokus pada hal-hal teknis yang sederhana namun aplikatif.
“Pelatihan jangan susah-susah. Yang penting paham manajemen dasar, alur modal, dan pelaporan sederhana. Jangan sampai seperti dulu, disuruh hitung break even point, itu sarjana ekonomi saja pusing,” ujarnya.
Menurutnya, skema pelaporan bisa disederhanakan seperti model bisnis ritel. “Misalnya modal 10 juta, dipakai belanja 7 juta, sisanya jadi saldo, lalu dihitung hasil penjualannya. Sederhana seperti itu saja,” jelasnya.
Sudiyatmika juga menekankan pentingnya regenerasi dalam struktur pengurus Kopdes.
“Kalau pengurusnya usia 50 tahun ke atas, sulit bergerak. Tapi kalau sekretarisnya aktif dan paham sistem, bisa jalan,” pungkasnya. (adv/kh)