Yogyakarta, RuTeBerita.com – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta atau UNY, Farras Raihan (21) mengaku mendapatkan ancaman atau intimidasi dari pihak kampusnya diduga karena mengkritik kebijakan tentang penetapan uang kuliah tunggal (UKT).
Mahasiswa Fakultas Vokasi angkatan 2021 itu merasa mendapat intimidasi berupa pencabutan beasiswa Bidikmisi atau yang sekarang disebut sebagai Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK).
Farras mengendus adanya ‘cap buruk’ dari kampus sejak aliansi mahasiswa setempat mengundang civitas academica UNY untuk ikut serta dalam gelombang protes berbagai perguruan tinggi di Indonesia, mengkritik situasi demokrasi era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), jelang Pemilu 2024. Sekalipun, katanya agenda itu dibubarkan.
“Mungkin itu jadi pemicu, mencap bahwa saya dan wakil ketua BEM, orang yang problematik, atau vokal atau suka mengkritik,” kata Farras ditemui di Kantor Ombudsman RI Perwakilan DIY, Sleman, Senin (20/5).
Disampaikan Farras, BEM lalu mengkritik kebijakan kampus setelah rektorat menerbitkan SK penetapan besaran UKT 7 April 2024. Saat itu, ia bersama rekan-rekannya membuat jajak pendapat plus kajian yang sifatnya berkeberatan akan tarif kuliah buat mahasiswa baru.
Ancaman cabut beasiswa didapat ketika Farras dan wakilnya, Ammar Raihan (21) menghadap salah seorang pejabat di bidang kemahasiswaan untuk berkonsultasi mengenai program BEM tanggal 16 April 2024. Di tengah diskusi, lawan bicara mereka tiba-tiba membahas sesuatu di luar konteks. Sebuah pernyataan yang dianggap intimidatif kala itu disampaikan dengan intonasi tinggi.
“Kan konsultasi, gitu (ditanya) kamu dapat beasiswa enggak mas, tanya ke saya, saya jawab, dapat Pak. Mulai dari sana, (bilang) ya kalau kamu dapat beasiswa dari pemerintah, ya udah enggak usah protes-protes ke kampus, ke negara, kamu kan ibaratnya dibiayai oleh negara, kenapa malah protes,” kata Farras menirukan pembicaraan saat itu.
Farras sebenarnya bisa berargumen, tapi dia memilih cuma jadi pendengar karena menghindari perdebatan. Sosok tersebut, katanya, juga melempar ancaman kepada Ammar, wakil ketua BEM UNY untuk menaikkan golongan UKT yang bersangkutan ke tingkatan tertinggi jika terus bersikap vokal terhadap kebijakan pemerintahan atau kampus.
Tak berhenti sampai di situ, sehari setelah Farras mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di komplek parlemen, Jakarta, Kamis (16/5), ia dipanggil oleh pihak dekanat.
Dekanat, katanya, mempertanyakan kepadanya alasan ia menyampaikan situasi naiknya UKT di UNY, serta respons kampus dalam menyikapi protes mahasiswanya.
“Itu dipertanyakan, kamu kok audiensi enggak izin, kamu kok terlalu vokal buat kajian UKT itu. Yang lebih dipertanyakan yang kedua, kenapa kamu menjelek-jelekkan kampus. Padahal saya sekadar menyampaikan kondisi UNY itu seperti ini terhadap kenaikan UKT yang ada,” ucapnya.
Kata Farras, ia berbicara di hadapan legislatif dengan harapan para wakil rakyat mampu menjadi corong aspirasi. Ini karena setiap kali BEM bersuara ke kampus, selalu dijawab dengan ‘kebijakan pusat’. Setelah menghadap dekan, Farras diarahkan memberi penjelasan langsung ke rektor tetapi belum terlaksana.
Farras menerima kabar bahwa sebelum dirinya dipanggil, ada ketua BEM Fakultas Vokasi UNY yang terlebih dahulu dimintai keterangan oleh dekanat. Setelahnya, ketua BEM Vokasi menyampaikan pesan lewat WhatsApp yang intinya dekan menantang Farras untuk mengundurkan diri jika memang tak bisa menerima kebijakan kampus.
“(Dekanat) mempertanyakan (ke BEM Vokasi) tentang saya, nah dekan itu menyampaikan lewat ketua BEM Vokasi itu tadi ancaman-ancaman untuk ditantang keluar (mengundurkan diri) dari UNY karena pendidikan tinggi ini sifatnya tersier dan lain sebagainya,” paparnya.
Aneh-aneh, saya sikat kamu!
Sedangkan Ammar merasa pernah diintimidasi ketika ia seorang diri mengkonsultasikan program BEM kepada staff ahli kemahasiswaan UNY pada 13 Mei 2024 kemarin. Kata dia, program BEM yang diajukan untuk bermitra dengan pihak eksternal banyak ditolak. Padahal, selama ini BEM juga tak menerima pendanaan dari kampus untuk setiap kegiatannya.
“Di sana disampaikan juga ‘Mas, kalau kamu aneh-aneh saya sikat kamu’,” ujar Ammar menirukan dialog kala itu.
“Diksinya selalu seperti itu, diulang-ulang, kalau kamu aneh-aneh saya sikat, saya sudah mantau BEM ini sejak 2016 sampai sekarang. Saya sudah tahu semuanya, kalau kamu aneh-aneh saya sikat kalian,” sambung mahasiswa teknik itu.
Adapun kedatangan Farras dan Ammar ke ORI DIY ini selain mengadukan dugaan intimidasi oleh kampus juga untuk menyampaikan bagaimana UKT untuk mahasiswa baru di kampusnya begitu melejit. Menurutnya, mahasiswa dalam proses penetapannya tidak dilibatkan. Mereka justru dilarang mempertanyakan kejelasan atau transparansi pemakaiannya.
Rektorat UNY Bantah Lakukan Intimidasi
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNY, Guntur, membantah bahwa kampus telah melakukan intimidasi terhadap mahasiswa tersebut.
“Intimidasi enggak ada,” kata Guntur saat ditemui di kantornya, Senin (20/5).
Dia juga mengatakan bahwa pihak rektorat selalu melibatkan organisasi mahasiswa (Ormawa) dalam penetapan UKT mahasiswa. Para pengurus BEM menurutnya dilibatkan menjadi verifikator dalam penurunan UKT yang diajukan mahasiswa.
“Jadi mahasiswa kita libatkan untuk verifikator teman-teman mahasiswa yang mengusulkan penurunan UKT,” ujarnya.
Kepala Perwakilan ORI DIY, Budi Masthuri, mengatakan akan mempelajari lebih lanjut terkait laporan yang disampaikan oleh BEM UNY tersebut.
“Kita verifikasi syarat formil materilnya. Baru setelah itu kita lakukan tindak lanjut dan melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait,” ujar Budi.
Sumber : CNN Indonesia & Pandangan Jogja