Ruteberita.com – Tim hukum pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Dendi Suryadi – Alif Turiadi (Deal), Menanggapi pernyataan dari tim hukum bakal calon pasangan bupati dan wakil bupati Kukar Edi Damansyah-Rendi Solihin yang menyatakan Edi Damansyah masih dapat maju dalam pilkada sebagai calon bupati Kukar.
Menurut Tim Hukum Dendi Suryadi-Alif Turiadi (Deal) adalah pendapat yang telah menyesatkan publik dan tidak mencerdaskan masyarakat dalam berhukum dan berpolitik dimana pendapat Tim hukum bakal calon pasangan Bupati dan wakil bupati Kukar Edi Damansyah masih mempersoalkan hal – hal dan pokok materi yang diuraikan dalam permohonannya di MK beberapa waktu lalu.
Pernyataan Tim Hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin
Dilansir dari tempo.co diketahui pada pekan lalu sejumlah pihak, salah satunya dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempermasalahkan pencalonan Edi. Menurut MAKI, berdasarkan putusan MK melalui Putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023 tertanggal 28 Februari 2023, eks Bupati Edi Damansyah tidak dapat maju lagi dalam Pilkada 2024.
MAKI menekankan bahwa pencalonan Edi Damansyah sebagai kepala daerah tidak sejalan dengan Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023. Putusan MK yang dimaksud adalah putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023 dan terbaru PKPU Nomor 8 tahun 2024 pasal 19 poin c yang berbunyi: masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
Menurut Erwinsyah, terdapat kekeliruan tentang definisi penjabat sementara yang dianggap sama dengan pelaksana tugas (Plt). Sehingga kekeliruan tersebut, membuat publik bingung dalam konteks pencalonan kembali Edi Damansyah di Pilkada Kukar 2024. “Bagi kami, penyoalan status pencalonan Edi Damansyah tidak berdasar,” ujar Erwinsyah.
Dalam surat Dirjen OTDA Kemendagri RI Nomor 100.2.1.3/3530/OTDA sudah dijelaskan dalam poin 4. Regulasi tersebut menjelaskan bahwa bahwa Plt kepala daerah tidak dilakukan pelantikan, melainkan berdasarkan penunjukan yang dituangkan dalam keputusan serta mulai berlaku masa jabatan sebagai Plt sejak ditandatanganinya keputusan tersebut.
Tak berhenti di situ saja, status pencalonan Edi Damansyah ia nilai semakin sulit dibendung dengan terbitnya Surat Edaran Bawaslu Nomor 96 Tahun 2024 tentang Rumusan Pemaknaan Isu Hukum Dalam Tahapan Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2024, sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengawas Pemilu/Pemilihan.
Di mana Poin 2.2.2 berbunyi: Bahwa berkenaan dengan pelaksana tugas, dirumuskan sebagai berikut: Bahwa kedudukan pelaksana tugas Gubernur, Bupati, dan Walikota tidak termasuk di dalam ketentuan Pasal 19 huruf c PKPU Pencalonan. Oleh karena tidak dapat dihitung sejak kapan setengah atau lebih masa jabatan yang telah dijalaninya tersebut.
“Surat Edaran Bawaslu ini menegaskan tafsir yang sempat dipertanyakan publik, dan sekarang semua menjadi jernih,” ujarnya. “Ini bukan tim kami yang menafsirkan, tapi langsung dari pengawas pemilu. Kami tegaskan, seperti kata Ketum Bu Megawati, kami akan tunduk dengan konstitusi.”
Tanggapan Tim Hukum Dendi Suryadi-Alif Turadi (Deal)
Hendrich Juk Abeth, SH. MHum selaku ketua TIM Hukum Deal mengatakan bahwa persoalan yang disampaikan oleh tim hukum bakal calon pasangan bupati dan wakil bupati Kukar Edi Damansyah-Rendi Solihin melalui media online Tempo.co adalah hal yang telah di pertimbangkan dan diputus oleh MK. Mengenai Jabatan definitif sementara ataupun Plt sebagai bupati adalah bagian dari posita permohonannya dan telah dipertimbangkan dan diputus MK, dimana melalui Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 telah tegas menolak permohonan Sdr. Edi Damansyah. Yang tentunya putusan tersebut telah mengikat saudara Edi Damansyah dan publik karena sejatinya putusan MK bersifat erga omnes bukan hanya mengikat pihak pemohon tetapi juga publik.
Bahwa kemudian terbit PKPU nomor : 8 tahun 2024 dan PKPU Nomor : 10 tahun 2024 ternyata juga telah sejalan dengan maksud daripada putusan MK sebagaimana pertimbangannya pada halaman 50.
Dan dalam fakta yang ada Edi Damansyah menjabat pada periodeisasi 2016-2021 dimulai sebagai Plt bupati Kutai Kartanegara pada tanggal 9 april 2018 hingga sampai dengan 13 februari 2019
dilantik oleh gubernur Kaltim yang pada waktu itu dijabat oleh Awang Faroek Ishak yang kemudian definitifnya dilantik oleh Gubernur Kaltim Isran Noor pada tanggal 14 februari 2019 hingga 25 februari 2021
dari semua seremonial pelantikan tersebut terdapat dokumentasinya baik sebagai plt maupun definitifnya sehingga masa jabatan Edi Damansyah 2016 -2021 terhitung 1 periode kemudian menjabat dan dilantik sebagai bupati terpilih periode 2021-2026 yang telah dijabat 1 periode pula, sebagaimana yang diakuinya dalam posita permohonannya di MK dan berdasarkan ketentuan pasal 19 huruf c dan e PKPU nomor 8 tahun 2024 jo PKPU nomor 10 tahun 2024 bukanlah hal yang perlu diperdebatkan lagi jika Edi Damansyah telah menjabat 2 kali atau 2 periode sebagai bupati Kukar.
Menanggapi pula mengenai surat Mendagri dan surat Bawaslu yang dijadikan dasar oleh Tim hukum bakal calon pasangan bupati dan wakil bupati Kukar Edi Damansyah-Rendi Solihin untuk menafsir perhitungan masa jabatan Edi Damansyah sebagaimana yang disampaikannya dalam media online Tempo.co tanggal 30/8/2024
adalah hal yang keliru dalam menganut prinsip hukum karena perhitungan masa jabatan terdapat 3 putusan MK, yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009,Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XVIII/2020, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XXI/2023, sehingga norma undang -undang terhadap frasa masa jabatan tersebut adalah norma yang sudah jelas, limitatif dan tuntas, maka bersifat tertutup.
Norma hukum yang sudah jelas, limitatif dan tuntas dan bersifat tertutup tersebut tidak dapat ditafsirkan lagi, hal tersebut sebagaimana asas clara non sunt interpretanda yang sudah jelas tidak dapat ditafsirkan.
Dan dalam ilmu hukum terdapat pula adagium yang berbunyi: Jika teks atau redaksi undang – undang telah jelas dan terang benderang, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang jelas berarti penghancuran hukum atau interpretatio cessat in claris, interpretation est perversio.
Semestinya tim hukum bakal calon pasangan bupati dan wakil bupati Kukar Edi Damansyah-Rendi Solihin lebih cermat dalam menggunakan surat edaran sebagai dasar hukum karena putusan MK dan PKPU tersebut kedudukannya lebih tinggi daripada surat edaran terlebih surat edaran kedudukannya bukan peraturan perundang-undangan karenanya surat – surat edaran tersebut tidaklah dapat menyampingkan putusan MK dan PKPU.
dan apabila benar adanya mengenai surat edaran Bawaslu yang disampaikan oleh tim hukum bakal calon pasangan bupati dan wakil bupati Kukar saudara Edi Damansyah-Rendi Solihin, maka kami Tim hukum Deal mempertanyakan sejauhmana majelis Bawaslu nantinya menjunjung prinsip- prinsip bungalore yang salah satunya adalah prinsip independensi dan prinsip ketidakberpihakan.
Sehubungan Bawaslu tersebut akan menjadi salah satu lembaga dalam penyelesaian sengketa pelanggaran administrasi pilkada yang juga menjalankan salah satu fungsi yudikatif apabila terdapat pihak yang berkeberatan terhadap pencalonan saudara Edi Damansyah.
Sumber: Press Rilis Tim Hukum Dendi Suryadi-Alif Turadi (Deal)
Editor: Redaksi Ruteberita