RuteBerita.com — Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) menegaskan kembali Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebut Edi Damansyah telah menjabat selama dua periode sebagai Bupati Kukar.
Selain itu, hasil Rapat Kerja Komisi II DPR RI, KPU, dan Kemendagri pada Kamis (16/5/2024) juga menutup peluang Bupati Edi untuk kembali mencalonkan diri sebagai calon bupati di Pilkada Kukar tahun 2024.
Kesimpulan ini bermula dari pertanyaan Anggota Komisi II Saan Mustopa, yang meminta Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari memberikan penjelasan terkait putusan Mahkamah Konstitusi terkait penghitungan masa jabatan kepala daerah.
Saan menyinggung masalah tersebut dengan memberikan contoh kasus di Kabupaten Kukar. Ia meminta KPU membuat penjelasan yang lebih terang dan rigit dalam Peraturan KPU terkait penghitungan masa jabatan kepala daerah.
Hasyim pun menerangkan bahwa apabila kepala daerah terkena masalah hukum, kemudian ia dinonaktikan ataupun diberhentikan sementara karena statusnya telah ditetapkan sebagai terdakwa, maka tugas sebagai kepala daerah dijalankan oleh wakil kepala daerah.
“Yang menjalankan tugas-tugas sebagai kepala daerah adalah wakil kepala daerah tersebut sebagai…penjabat sementara atau pelaksana tugas, maka begitu wakil kepala daerah itu menjalankan tugas sebagai bupati, itu sudah masuk hitungan bahwa yang bersangkutan pernah menduduki jabatan sebagai bupati atau kepala daerah,” jelasnya.
Kondisi demikian tercermin dalam kasus Rita Widyasari. Kala itu, ia tersandung kasus korupsi. Kemudian, dia dinonaktifkan dari jabatannya sebagai bupati Kukar. Ia pun digantikan oleh wakilnya kala itu, Edi Damansyah.
Poin-poin surat Kemendagri RI kepada KPU RI
dilansir dari Berita Alternatif, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada KPU RI. Surat bernomor 100.2.1.3/3550/OTDA tertanggal 14 Mei 2024 tersebut memuat lima poin terkait periodesasi masa jabatan kepala daerah.yang diterima pada Kamis (13/6/2024):
Pertama, berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf n Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ditegaskan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memenuhi persyaratan antara lain belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota.
Kedua, berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf o angka 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020, ditegaskan bahwa perhitungan 5 (lima) tahun masa jabatan atau 2 ½ (dua setengah) tahun masa jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dihitung sejak tanggal pelantikan sampai dengan akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota yang bersangkutan.
Ketiga, sesuai Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 2/PUU-XXI/2023 tanggal 28 Februari 2023 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan “masa jabatan yang telah dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara. Putusan sebagaimana yang dimaksud menguatkan putusan sebelumnya yaitu Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 22/PUU-VII/2009 tanggal 17 November 2009 yang menegaskan bahwa masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan, dan Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 67/PUU-XVII/2020 tanggal 14 Januari 2021 yang menegaskan bahwa setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan. Artinya, jika seseorang telah menjabat kepala daerah atau sebagai penjabat kepala daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan.
Keempat, perlu kami sampaikan kepada Bapak Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia bahwa dalam hal Wakil Kepala Daerah pada saat Kepala Daerah berhalangan sementara, sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang bersangkutan melaksanakan tugas dan wewenang sebagai kepala daerah, yang lazimnya biasa diistilahkan dengan Plt (Pelaksana Tugas) Kepala Daerah, dan terhadap Plt Kepala Daerah tersebut tidak dilakukan pelantikan, melainkan berdasarkan penunjukan yang dituangkan dalam keputusan serta mulai berlaku masa jabatan sebagai Plt sejak ditandatanganinya keputusan tersebut.
Kelima, sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, menurut hemat kami perlu dilakukan revisi Pasal 4 ayat (1) huruf o angka 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 dengan menambahkan ketentuan masa jabatan Pelaksana Tugas Kepala Daerah terhitung sejak ditetapkan dalam Surat Keputusan atau dalam hal Kepala Daerah Definitif berhalangan sementara sejak berstatus sebagai Terdakwa.
Saran Praktisi Hukum untuk Edi Damansyah
Beberapa hari sebelum putusan ini praktisi hukum sekaligus dosen Universitas Kutai Kartanegara La Ode Ali Imran telah menyebut kesempatan Edi Damansyah untuk mencalonkan diri sebagai calon bupati di Pilkada Kukar tahun 2024 sudah tertutup.
Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam program lanjutan Alternatif Akademi bertajuk Peluang Pencalonan Edi Damansyah di Pilkada Kukar Ditinjau dari Pasal 7 ayat 2 huruf n Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Putusan MK Tahun 2023 pada Sabtu (8/6/2024).
Dia mendasarkan pandangannya pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 02/PUU-XXI/2023 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Ia menyebut dalam putusan itu MK menafsir dan menentukan bahwa Edi sudah terhitung menjabat sebagai bupati Kukar selama 2 periode.
Meskipun pada periode pertama Edi hanya menjabat selama 2 tahun 9 hari, tafsir MK ini berlaku bagi penjabat sementara maupun definitif.
La Ode Ali menegaskan jika Edi tetap memaksakan mencalonkan diri kemudian hal itu dilanggar maka akan mencederai sistem hukum di negeri ini. Sebab, MK merupakan lembaga penjaga marwah konstitusi.
“Apabila pihak Edi sekarang ini memaksakan pencalonan, bisa dipastikan tidak akan lulus hasil verifikasi faktual KPU dengan status tidak memenuhi syarat,” jelasnya.
Ia menyarankan Edi dan PDI Perjuangan Kukar mencalonkan tokoh lain di Pilkada Kukar. Tokoh tersebut seyogiyanya memiliki visi dan misi yang sama dengan Bupati Edi.
Dia juga menyarankan PDI Perjuangan mencalonkan Edi sebagai calon gubernur atau wakil gubernur Kaltim di Pilgub 2024.
La Ode menyebut Edi memiliki potensi yang cukup besar karena mempunyai para loyalis dan pendukung yang tersebar di wilayah Kukar.
Dia berharap Edi beserta timnya “legawa” menerima fakta bahwa ia tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai kandidat bupati di Pilkada Kukar.
Ia menginginkan Pilkada Kukar tahun ini diisi oleh nama-nama baru dengan gagasan serta ide-ide yang lebih segar agar demokrasi di Kukar tetap terjaga dengan baik.(*)
Editor: Redaksi RuteBerita